Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengungkap erupsi dan banjir lahar dingin Gunung Marapi di Sumatra Barat (Sumbar) masih berpotensi terjadi. Hal itu disampaikan BNPB dalam siaran pers bernomor PusdatinKK/BNPB/Dis.02.01/IV/2024.

“Gunung Marapi masih menunjukkan adanya tanda-tanda aktivitas vulkanik yang tergolong cukup tinggi dan potensi erupsi atau letusan masih ada meskipun bersifat fluktuatif,” kata Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari.

Hal ini seperti hasil evaluasi pengamatan oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) tertanggal 1 – 7 April 2024 yang dirilis pada Senin (8/4/2024.

Menurut catatan evaluasi tersebut, jika pasokan magma dari kedalaman berlangsung kembali dan cenderung meningkat maka erupsi dapat terjadi dengan energi yang lebih besar dengan potensi/ancaman bahaya dari lontaran material vulkanik berukuran batu (bom) dan lapilli.

Atau pasir diperkirakan dapat menjangkau wilayah radius 4,5 km dari pusat erupsi Kawah Verbeek, sedangkan untuk potensi/ancaman dari abu erupsi dapat menyebar lebih luas/jauh yang tergantung pada arah dan kecepatan angin.

Menurutnya, material erupsi yang jatuh dan terendapkan di bagian puncak dan lereng Gunung Api Marapi dapat menjadi lahar saat bercampur dengan air hujan.

Oleh karena itu, terdapat potensi bahaya aliran/banjir lahar pada lembah/aliran sungai-sungai yang berhulu di bagian puncak Gunung Api Marapi.

“Fenomena banjir lahar yang disebutkan dalam hasil evaluasi PVMBG sebelumnya telah terjadi belum lama ini, yakni pada Jumat (5/4/2024). Fenomena itu terjadi setelah hujan dengan intensitas tinggi terjadi di wilayah puncak atau hulu-hulu sungai yang menjadi aliran lahar,” kata Abdul Muhari.

Pada saat sebelum kejadian, Pos Pengamatan Gunung Aapi Marapi telah memberikan laporan sebagai peringatan dini bahwa secara visual puncak gunung api atau kawah tidak terlihat karena tertutup kabut dan awan mendung yang kemudian terjadi hujan pada pukul 12.00 WIB.

Beberapa jam kemudian, banjir lahar terjadi dan dilaporkan oleh beberapa masyarakat forum Pengurangan Risiko Bencana (FPRB), relawan dan instansi gabungan yang tersebar di beberapa wilayah.

Pada hari Jumat (5/4/2024) pukul 15.10 sungai yang mengalir di antara Nagari Bukik Batabuah dan Sungai Pua terjadi banjir lahar dari puncak gunung api Marapi.

Aliran sungai itu terpantau sangat deras berwarna cokelat kehitaman diduga membawa material vulkanik.

Kondisi serupa juga dilaporkan terjadi di Sungai Batang Sabu, yang mana tingginya intensitas curah hujan di wilayah hulu memicu terjadinya banjir lahar.

Kemudian juga Sungai Batang Aia Katiak yang berlokasi di Jorong Cangkiang, Nagari Batu Taba, Ampek Angkek termasuk beberapa wilayah di Sungai Pua, Kabupaten Agam.

Selanjutnya wilayah Kecamatan X Koto, Kabupaten Tanah Datar juga melaporkan dampak banjir lahar telah melimpasi jalan raya hingga permukiman warga.

Beberapa material batang pohon besar bercampur lumpur dan pasir terbawa oleh banjir lahar tersebut.

Pusat Pengendali dan Operasi (Pusdalops) BNPB kemudian menghimpun laporan dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Agam yang mana peristiwa banjir lahar telah berdampak pada 261 warga dari 78 Kepala Keluarga (KK).

“Sedikitnya 31 jiwa terpaksa harus mengungsi atas kejadian itu. Sebanyak 69 rumah terdampak, sejumlah kendaraan roda dua maupun roda empat turut rusak terhantam banjir lahar,” ungkapnya.

Selanjutnya, BPBD Kabupaten Tanah Datar melaporkan banjir lahar telah berdampak pada sejumlah sarana dan prasarana umum.

Jalur utama dari Padang menuju Bukittinggi terputus karena arus deras banjir lahar yang membawa material berupa lumpur, pasir dan sejumlah batang pohon besar.

Atas kejadian itu, kemacetan terjadi di jalur Bukittinggi-Padang di ruas jalan Aia Anggrek dan polisi memberlakukan sistem buka-tutup untuk mengurai kemacetan.

“Banjir lahar juga mengakibatkan kerusakan pada tanggul dan badan jalan, dam musala roboh, irigasi sungai Tuluang rusak, bibit sungai terkikis, termasuk sawah milik warga yang turut terdampak,” tuturnya.

Sementara itu, PVMBG telah membagi zona wilayah rawan bencana Gunungapi Marapi menjadi tiga bagian, yakni Kawasan Rawan Bencana (KRB) I, KRB II dan KRB III. Adapun Kawasan Rawan Bencana (KRB) I adalah kawasan yang berpotensi terlanda lahar/banjir.

Selama letusan membesar, kawasan ini berpotensi tertimpa material jatuhan berupa hujan abu lebat dan lontaran batu (pijar).

PVMBG sampai hari ini masih menetapkan status Gunung api Marapi pada level III atau Siaga.

Seluruh gejala vulkanologi dari gunung api berketinggian 2.891 mdpl ini masih sangat berpotensi terjadi.

Di sisi lain, menurut informasi prakiraan cuaca oleh Stasiun Meterologi Minangkabau, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), curah hujan sedang hingga lebat yang dapat disertai petir dan angin kencang masih berpotensi terjadi di sejumlah wilayah Sumatera Barat hingga dua hari kedepan, pada saat momentum Hari Raya Idul Fitri tahun 2024 atau pada 10-11 April 2024.

Beberapa jenis bencana yang dapat dipicu oleh faktor cuaca dan dampak dari aktivitas vulkanologi Gunung api Marapi masih sangat berpotensi terjadi di wilayah Kabupaten Agam, Tanah Datar, Padang Panjang, Padang Pariaman, Pasaman Barat, Pariaman, Pesisir Selatan, Payakumbuh, Solok, Solok Selatan, Limapuluh Kota, Kota Padang, Kota Bukittinggi, dan Kota Solok.

Sebagai antisipasi dan meningkatkan kesiapsiagaan, Bupati Agam telah menerbitkan surat penetapan status tanggap darurat bencana banjir bandang dan banjir lahar dingin Gunungapi Marapi tertanggal 5-18 April 2024, disusul dengan surat pembentukan posko tanggap darurat untuk periode yang sama.

Demi mengurangi dampak risiko bencana, BNPB bersama PVMBG mengimbau agar selalu meningkatkan kewaspadaan terutama pada saat terjadi hujan lebat dalam durasi lebih dari satu jam dengan tingkat visibilitas terbatas.

Apabila hal itu terjadi, maka masyarakat yang tinggal di lereng tebing, bantaran sungai maupun wilayah hilir dan lereng bukit agar mengevakuasi diri secara mandiri ke tempat yang lebih aman. GBM

 

Facebook Comments Box

Bagikan: